Alasan Saya Menggunakan Linux
Sebelumnya saya ingin menyampaikan dulu alasan saya menulis tema dengan judul Alasan Saya Menggunakan Linux.
Pertama, dulu saya pernah membaca tulisan dari situsali.com dan sempat menuliskan versi saya di blog lama yang sudah punah. Sekarang saya membaca (lagi) tulisan dengan judul yang hampir sama di petanikode.com yang membuat saya terinspirasi untuk menuliskannya (lagi), dan tentunya menurut versi saya (lagi).
Kedua, karena linux itu gratis. Sedangkan saya masih percaya dengan kalimat “Tidak ada yang gratis di dunia ini”. Dan kenyataannya versi linux pun memang ada yang berbayar. Tapi secara umum, linux yang sebenarnya bernama GNU/Linux sejak awal didesain untuk digunakan secara bebas dan terbuka yang dikerjakan bersama-sama tanpa mewajibkan biaya tertentu bagi penggunanya. Tapi dengan begitu tidak berarti membebaskan juga kewajiban untuk tetap menghargainya. Jadi jika belum bisa menghargainya dengan biaya dalam bentuk donasi atau terlibat langsung dalam proyek pengembangannya, maka dengan tulisan ini saya sedang berusaha menghargainya dengan maksud dukungan dan mendorong penggunaannya agar digunakan secara luas sesuai dengan cita-cita awal para penciptanya.
Ketiga, biar ada tulisan saja di blog ini,hiii.. Bukan, sebenarnya iya juga tapi intinya bukan itu. Akhir-akhir ini selain terus belajar sebagian dari ilmu-ilmu komputer khususnya pemrograman dan perangkat lunak, saya juga sedang belajar menulis. Tidak perlu dijelaskan tentunya arti ‘belajar menulis’ yang saya maksud. Kecuali yang membacanya memang humoris, menganggap saya sedang belajar seperti anak TK yang menulis di kertas. Itu juga yang menjadi salah satu alasan saya membuat blog ini. Selain sebagai catatan pengalaman selama belajar pemrograman, juga sebagai sarana belajar membuat tulisan.
Nah, selain saya ingin menyampaikan alasan saya menggunakan linux, saya juga sebenarnya ingin menceritakan awal mula saya mengenal linux, memutuskan untuk mencobanya sampai akhirnya betah menggunakannya. Tapi seperti yang mas Ardianta Pargo bilang, akan membutuhkan waktu dan tulisan yang sangat panjang. Solusinya saya akan mengurutkan alasan saya sesuai dengan awal mula saya mengenalnya sampai sekarang, jadi keinginan saya untuk menyampaikan keduanya sedikit terlaksana ketimbang memisahkannya di tulisan terpisah.
Langsung saja sebelum berbagai macam keinginan saya membelokkan isi dari judul yang sudah saya tetapkan. Berikut beberapa alasan saya menggunakan linux.
1. Sistem Operasi Warisan
Sebagai seseorang yang terlahir di lingkungan mayoritas Windows (halahh..), ketika pertama kali memiliki laptop saya pun menggunakan sistem operasi tersebut (Windows) di laptop saya. Selain karena alasan penggunaan mayoritas juga karena saya membeli laptop bekas dari teman yang sudah terinstall Windows (bajakan) di laptopnya. Dan kalaupun saya membeli baru sepertinya saya akan tetap menggunakan Windows bajakan tersebut karena saya masih sangat polos soal komputer apalagi menyangkut sistem operasi beserta lisensi-lisensi yang dipakainya. Jadi kembali lagi ke alasan lingkungan mayoritas yang membuat Windows menjadi sistem operasi warisan bagi saya.
Tapi menurut saya semua akal sehat pasti sanggup membedakan sesuatu yang dianggap warisan dengan sesuatu yang bisa dijadikan pilihan. Sampai saya sempat mempunyai pertanyaan apakah saya tidak punya pilihan untuk menggunakan sistem operasi lain? Apakah tidak ada sistem operasi lain selain Windows?
Dan yang pertama saya ketahui waktu itu adalah nama Linux, bukan Unix, bukan BSD apalagi MacOS. Jadi langsung saja saya habiskan rasa penasaran dengan mencari informasi lebih jauh tentang OS satu ini yang berakhir dengan memasang Ubuntu, OS linux pertama yang saya coba.
2. Sistem Operasi Alien
Waaahhaa kebangetan ini, apa maksudnya? Bukan mengejek, itu anggapan saya saja waktu belum mengenalnya. Ada perasaan aneh sekaligus penasaran ketika mendengar Linux. OS macam apa ini? asing dan seperti sesuatu yang bukan berasal dari bumi dan hanya digunakan oleh para maniak komputer yang sanggup membuat roket untuk pergi ke planet mars.
Dan benar saja, ketika saya sedikit mulai mengenalnya, saya langsung merasa menjadi alien sungguhan. Bahkan ketika selesai memasang Ubuntu OS, tutorial yang saya dapatkan selanjutnya pun berbahasa alien seperti “sudo su”, “apt-get”, dan sejenisnya. Di Windows saya hanya terbiasa dengan klik kanan atau klik kiri saja, sangat jarang berhubungan dengan cmd kecuali untuk beberapa keperluan yang berhubungan dengan sistem.
Seperti alien yang dianggap makhluk asing oleh kebanyakan orang. Maka Linux menjadi sistem operasi yang asing buat saya waktu itu.
3. Sistem Operasi Antar Galaksi
Makin ngawur nih kayaknya! Tenang, saya tidak sedang bercanda. Saya hanya sedang bermain dengan kata-kata yang memang sudah menjadi bagian dari keahlian saya, muehehee.
Begini maksudnya,.
Setelah menggunakan Linux, saya merasa memiliki pengetahuan atau pandangan yang lebih luas tentang segala hal, bukan hanya terbatas pada pembahasan tentang Sistem Operasi. Lebih dari itu seperti menjadi lebih peduli dengan lisensi, mengenal Open Source dan Close Source, mengenal pemrograman, dan yang lebih membuat saya sangat greget adalah tentang bisnis dan kemanusiaan.
Ketika semakin sengitnya persaingan antar kerajaan bisnis perangkat lunak, masih ada segelintir orang dibidangnya yang peduli dengan sesamanya. Menciptakan suatu perangkat lunak gratis yang bebas digunakan tanpa dimintai bayaran, plus diberikan kode sumbernya. Seperti slogan yang diusung oleh Ubuntu OS, “Kemanusiaan Untuk Sesama”.
4. Sistem Operasi Gratis Yang Legal
Seperti pada poin nomor 3, setelah mengenal Linux saya menjadi lebih peduli dengan lisensi. Ketika sebelumnya saya sangat terbiasa dengan crack, keygen, patch dan sejenisnya yang walau hasilnya sama-sama gratis, tapi saya tidak sedikitpun mendapat predikat legal. Ini bukan hal sepele, setidaknya untuk saya pribadi. Kembali ke poin yang sudah saya sebutkan tentang “kemanusiaan untuk sesama”. Bukan soal kecerdasan yang mampu mengubah karya berbayar menjadi gratisan, ini soal kemanusiaan yang walau cerdas tapi mampu menghargai karya sesamanya. Jika belum sanggup membeli lisensi seperti saya, minimal tidak mencurinya.
Kalau ada yang gratis tapi legal kenapa tidak dimanfaatkan? Daripada maksa pakai produk bajakan kan. Jadi ingat dengan sila kedua dari pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Mendekati slogan Ubuntu yang sama-sama memakai kata “kemanusiaan”.
5. Sistem Operasi Yang Tidak Merepotkan
Sudah menjadi anggapan umum bahwa Linux dianggap sebagai sistem operasi yang merepotkan atau bisa dibilang sulit digunakan terutama untuk pemula. Jika ditanya demikian mungkin jawaban saya bisa iya bisa tidak.
Kalau dilihat dari awal kemunculannya mungkin iya, Linux memang sulit digunakan. Tapi itu juga cuma katanya, saya tidak tahu percisnya karena ketika Linux lahir saya juga baru lahir (Jiahh, jadi ketahuan dah umurnya).
Kalau begitu mari kita lihat dari sudut pandang jaman sekarang, terutama mengacu pada pengalaman saya setelah menggunakannya agar kita berbicara fakta sesuai kenyataannya, bukan hanya sekedar mendengar “katanya”.
Dilihat dari Sistem Operasinya, menurut saya Linux tidak jauh berbeda dengan Windows yang juga sama-sama menggunakan GUI (Graphical User Interface), sama-sama menyediakan opsi klik kanan, klik kiri, dan scroll layar aplikasi melalui mouse. Jika menganggap sulit karena di Linux lebih terfokuskan pada penggunaan terminal, di Windows juga ada yang namanya cmd. Itu hanya pilihan cara penggunaan, kalau tidak suka ya tidak usah pakai Command Line, toh aplikasi-aplikasi Linux juga sudah banyak yang memakai GUI.
Jadi kesimpulan pertama saya akan menjawab “Linux tidak sulit!”.
Dilihat dari penggunanya, jika yang menggunakan seorang pemula tentu saja akan merasa kesulitan, saya juga dulu demikian. Tapi yang namanya pemula tentu akan selalu menemui kesulitan, bukan hanya ketika menggunakan Linux. Apakah ketika pertama menggunakan Windows tidak menemui kesulitan? Kalau saya iya, termasuk ketika sekedar memasang aplikasi yang sekarang dimana saya sudah terbiasa melakukannya, menjadi pekerjaan yang paling mudah di dunia.
Masih menganggap Linux sulit? coba dulu dan biasakan. Dan karena saya sudah mencoba dan membiasakannya, maka kesimpulan kedua saya akan menjawab “Linux tidak sulit!”.
Nah, karena saya sudah mencoba dan terbiasa dengan keduanya, maka hampir sudah tidak ada kata sulit buat saya (dan sebenarnya juga memang tidak pernah ada). Bukan sombong, maaf. Tapi saya melihatnya dari sudut pandang yang lain.
Jika ada kesulitan berarti ada juga kemudahannya, dan saya memilih untuk menggunakan kata kemudahan daripada kesulitan demi menjaga optimisme dan kepercayaan diri bahwa tidak ada yang sulit selama kita mau mengusahakan.
Dilihat dari kemudahannya, justru Linux menjadi yang lebih mudah dan tidak merepotkan buat saya ketimbang Windows. Saya beri contoh sederhana saja seperti ketika memasang aplikasi. Di Windows saya harus mencari sumber aplikasi untuk didownload dulu sebelum dipasang. Di Linux saya tidak harus mencari karena sumbernya sudah jelas dan disediakan di masing-masing repositori, kalau di Ubuntu ada yang namanya Ubuntu Software, tempat berkumpulnya macam-macam aplikasi siap download seperti Playstore di Android, Jika tidak ada di repository baru mencari ke tempat lain.
Yang paling terasa adalah ketika ingin memperbaharui semua aplikasi. Di Linux saya hanya membutuhkan terminal dan beberapa baris perintah, lalu saya bisa memperbaharui semua aplikasi yang meminta pembaharuan termasuk aplikasi sistem.
Di Windows, saya harus memeriksa aplikasinya satu-persatu untuk pembaharuan dan saya tidak pernah melakukannya. Selain karena malas juga karena menurut saya merepotkan. Paling hanya ketika kebetulan saya memakai aplikasi yang meminta pembaharuan, baru saya akan memperbaharuinya. Tapi setahu saya di Windows juga ada aplikasi yang bisa memperbaharui semua aplikasi, tapi secara native Windows tidak menyediakan cara pembaharuan semua aplikasi melalui Command Line seperti pada Sisitem Operasi Linux.
Kesimpulan :
Selesai! Seperti biasa tinggal menarik kesimpulan sebagai penutup.
Melihat 5 poin alasan yang saya tuliskan ternyata bukan karena alasan teknis, tapi lebih ke pengalaman pribadi saja. Saya tidak menyinggung virus dan keamanan karena saya pikir itu soal teknis yang belum bisa saya jangkau pembahasannya. Lagipula saya percaya tidak ada sistem yang benar-benar aman dari virus dan peretasan termasuk Linux. Tapi saya juga percaya Linux lebih aman ketimbang Windows.
Hanya Windows dan beberapa distro Linux yang sempat saya coba, jadi hanya itu yang bisa saya jadikan perbandingan. Bukan untuk menjatuhkan salah satunya, hanya berusaha menyampaikan kelebihan dari salah satunya yang pasti akan menyinggung kekurangan dari salah satu yang lainnya.
Selanjutnya jika diberi kesempatan membelinya, mungkin akan menjadi variasi perbandingan yang lebih menarik lagi antara Windows, Linux, dan MacOS. Insyaallah, sebab setelah penasaran dengan Linux terjawab, sekarang saya sedang penasaran dengan sistem operasi milik Apple tersebut. Walau sudah saya modif tampilan Arch Linux yang saya pakai menyerupai MacOS, tetap tidak menghabiskan rasa penasaran saya untuk mencoba yang aslinya. Semoga saja, heheee..
Sekian yang saya tuliskan, mohon maaf untuk kekurangannya, koreksi saya melalui kolom komentar. Dan semoga ada kelebihannya dari yang sudah saya sampaikan agar bisa dimanfaatkan.
Wassalamu’alaikum.